
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bagaimana aku dapatkan hal yang kusuka. Memikirkannya bisa membuat tulang rusukku retak. Tempat inilah yang setidaknya disebut sebagai sumber inspirasiku saat ini. Mengucapkan kata syukur itu pasti. Melakukan apa yang mestinya sebagai seorang mahasiswa juga sudah. Namun, tak ada wujud karya. Apakah aku salah langkah? Langit di atas langit belum tergapai dan mereka menjawab “ya”
Aku tak pernah bilang diriku bodoh. Hanya saja aku tidak tau bagaimana cara menggali keinginan yang kuat untuk mendapatkan suatu persaingan. Senang. Itu yang paling penting saat berada pada usia sekitar 10 tahun-an. Sewaktu itu menurutku peran guru hanya semacam diktaktor yang hanya ditakuti dan harus dituruti. Aku tak tau maksud dan tujuannya dengan jelas. Bahkan, papa ku juga kuanggap sebagai wujud semacam guruku itu.
Track record raporku saat itu sangat merah, jelek. Pengalaman mendapatkan peringkat juga hanya di kelas 2 SD, semester2. Aku ingat betul itu. Sebelum dan sesudahnya sungguh buram raporku. Setidaknya aku menilai diriku tidak babo (bahasa korea dari bodoh). Akhirnya ketika menginjak kelas 5, aku dipindahkan sekolah oleh orang tuaku dengan harapan aku bisa mendapatkan nilai yang lebih baik di sekolah yang baru dan mempersiapkan diri di kelulusan, mencari sekolah SMP yang favorit. Aku dipindahkan dari sekolah madrasah ibtidayah ke sekolah negeri biasa, masyarakat sering menyebutkan SD impresss. Mengingat sekolah madrasah ibtidayah itu mempunyai mata pelajaran yang sangat banyak di bidang agama dan jadwal yang padat, orang tuaku berpikir aku kurang bisa mengikuti segudang pelajaran itu. Papa bertanya padaku tentang usulan ini. Waktu itu papa ngepel rumah sambil bertanya padaku tentang hal tersebut. Itulah pertama kalinya, seorang anak berumur 10 tahun-an mempunyai pilihan yang mempengaruhi masa depannya. Pilihan yang sulit bagiku saat itu.
Aku akan memperoleh lingkungan, guru, dan teman yang baru. Okeyy, tak apa. Toh aku sungguh senang mempunyai image yang baru diantara orang lain. Pikirku aku bisa memperkenalkan positifnya dari diriku.
Kuputuskan aku akan pindah sekolah. Saat itu mengenl teman baru ternyata cukup susah bagiku. Berniat untuk menunjukkan kelebihanku itu juga takkulakukan karena aku berbalik tanya apa sebenernya kelebihanku. Di sekolah impress itulah aku menamatkan jenjang SD ku.
Masa itu juga tidak semulus yang kukira. Aku hanya mempunyai nilai plus pada mata pelajaran agama mengingat aku bekas siswa di madrasah ibtidayah yang pelajarannya lebih mementingkan agama. Sindiran guru pun selalu terucap, atau terkadang bukan sindiran lagi, tapi peringatan langsung. Sungguh aku merasa sebagai seorang siswa yang paling kecil ilmunya.
Suatu ketika seorang guru wanita, umurnya masih sekitar 30an mengajar di depan sekitar 40an siswa sekelasku. Tiba – tiba beliau mengatakan tentang apa sekolah ini adalah sekolah buangan sehingga mengirimkan siswa – siswa bodoh kemari. Beliau berkata keras sambil memandangi seluruh ruangan. Bila diingat siswa pindahan disana memang tidak hanya aku, ada kurang lebih 6 orang. Tetapi, kata – kata itu langsung membuat hatiku terbuka. Bagaikan sebatang pisau yang ditancapkan di dada, kemudian dicabut kembali. Sakit sekali. Aku terdiam, merasa tersindir.
Mengingat saat itu bukan sesal yang kudapatkan karena kata itulah aku bisa lebih bersemangat belajar dan tau untuk apa aku harus mendapatkan nilai yang bagus ketika berada di tingkat smp dan seterusnya. Aku merasa mendapatkan pengakuan sebagai seorang siswa di tingkat smp.
Komentar guru itu kadang menyisakan lubang yang dalam di dalam lubuk hati. Aku harus berterimakasih karenanya. Kata – kata bisa memberikan dampak kepada pendengarnya, so, gunakan kata – kata untuk membakitkan semangat orang lain, memberikan inspirasi kepada orang lain, menjadikan orang lain itu senang berada didekatmu.

